Abuya Nawi, Al-Awwabin, dan Ilmu Alat
Hari ini Pondok Pesantren Terpadu Al-Awwabin Depok mendelegasikan sebelas santrinya untuk mengikuti Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) 2023 Se-Kota Depok yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Kota Depok. Bila di tahap ini lolos, selanjutnya mereka akan mengikuti perlombaan baca kitab kuning tersebut di tingkat Provinsi Jawa Barat. Alhamdulillah, bersamaan dengan pondok pesantren yang ada di Depok lainnya, Al-Awwabin senantiasa istikamah mengirimkan para santrinya untuk mengikuti perhelatan tersebut.
Bila ditanyakan, metode apa yang digunakan dalam pengajaran kitab kuning di Al-Awwabin? Lebih khusus lagi, metode apa yang diajarkan dalam pembekalan ilmu alat, yaitu ilmu nahu dan saraf di Al-Awwabin?
Jawabannya, tidak ada metode apa pun, selain apa yang sudah diajarkan oleh Almaghfurlah Abuya K.H Abdurrahman Nawi, pendiri Al-Awwabin, secara turun-menurun kepada para santrinya yang selanjutnya menjadi para pengajar di Al-Awwabin. Orisinalitas metode pengajaran tersebut, khususnya dalam ilmu alat masih terjaga sampai saat ini.
Meski banyak pondok pesantren yang bagus dan cakap ilmu alatnya, wabilkhusus pondok pesantren yang ada di Kota Depok, metode pengajaran ilmu alat ala Abuya Nawi masih terus eksis dan diajarkan di pesantren Al-Awwabin. Bahkan, dari metode pengajaran itulah santri Al-Awwabin berhasil menyabet juara ketiga MQK tingkat Provinsi Jawa Barat tahun lalu.
Hal tersebut patut disyukuri dan dibanggakan. Pasalnya, di beberapa pondok pesantren di Depok sendiri, sudah banyak mempraktikkan metode pengajaran ilmu alat “praktis” dari luar hingga memasukkan beberapa pengajar jebolan pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti para alumni Al-Falah, Ploso; Al-Anwar, Sarang; hingga Lirboyo, Kediri.
Tanpa bermaksud mengesampingkan hingga menutup diri dari metode praktis pengajaran ilmu alat tersebut dan para pengajar lulusan pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut, eksistensi pengajaran ilmu alat ala Abuya Nawi masih langgeng, tidak usang, ataupun kalah saing.
Bilapun ditemukan beberapa kekurangan bila dibandingkan dengan metode pengajaran ilmu alat dari luar, nyatanya, bekal pemahaman ilmu alat para alumni Al-Awwabin tidak bisa dipandang sebelah mata. Para alumninya, Insyaallah, mampu bersaing dengan para alumni lulusan pesantren Jawa sekalipun.
Abuya Nawi tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah atau pesantren apa pun. Beliau hanya mengaji kepada para kiai Jakarta dengan mengayuh sepeda dari guru yang satu ke guru yang lain. Namun, dengan latar yang demikian, Abuya Nawi mampu menerapkan “metode” pengajaran yang cukup baik kepada para santrinya, yang diteruskan hingga tulisan ini dibuat.
Sekilas, tidak ada yang tampak istimewa dari metode pengajaran ilmu alat yang diajarkan oleh Abuya Nawi. Diawali dengan mengkaji kitab Nahu Melayu karangan beliau, selanjutnya secara berjenjang para santri mengkaji kitab al-Nahw al-Wadhih, al-Ajurumiyah, nazam al-Imriti beserta syarahnya, hingga nazam Alfiyah beserta syarahnya.
Namun, menyadari bahwa gaya dan cara pengajaran para guru di Al-Awwabin sama persis dengan guru-gurunya hingga bersambung kepada Abuya Nawi adalah suatu tradisi dan kekhasan yang tidak bernilai harganya.
Sekarang, di tengah berjamurnya pondok pesantren yang maju dan bonafit lainnya, Pondok Pesantren Terpadu Al-Awwabin masih senantiasa istikamah menjaga, merawat, dan melestarikan metode pengajaran kitab kuning, utamanya ilmu alat, ala Abuya Nawi.
Teruntuk Almaghfurlah Abuya K.H. Abdurrahman Nawi, Al-fatihah